Pengemudi BMW X5 'maut' terancam UU LLAJ No. 22/2009

Pengemudi BMW X5 'maut' terancam UU LLAJ No. 22/2009

Berita-berita mengenai kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Hatta Rajasa, menjadi topik hangat di sejumlah media. Sebenarnya ini adalah kasus kecelakaan biasa yang bisa menimpa semua orang.

Namun, kasus ini menjadi menarik setelah banyak kejanggalan dalam dalam penanganan hukum terhadap Rasyid Amrullah, anak sang calon presiden 2014.

Bukti penting BMW X5 bernomor polisi B 272 HR yang dikendarai pelaku masih dirahasiakan polisi, termasuk soal di mana ia dirawat, insan pers belum sampai saat ini belum bisa mengendusnya, alias disimpan rapat-rapat. Ini menjadi tidak adil jika melihat penegakan hukum terhadap kasus Xenia maut dan Livina maut belum lama ini.

Peristiwa maut Xenia dan Livina memang berbeda. Jika keduanya menghantam banyak orang, maka BMW X5 yang dibawa Rasyid menyeruduk Daihatsu Luxio F 1622 CY di tol Jagorawi. Kecelakaan tersebut merenggut dua korban jiwa penumpang Luxio yang duduk di kursi belakang, yakni Harun (57) dan Raihan (14 bulan).

Selain itu, ada tiga korban luka-luka di mobil Luxio, yaitu Rival (8 tahun), Nung (32 tahun), dan Supriyati (30 tahun).

Jika merujuk Undang Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), pelaku dapat dipidana berat. Dalam sejumlah pasalnya, mengamanatkan perlakuan yang adil. Ada sanksi pidana penjara atau denda bagi pemicu kecelakaan di jalan raya.

BMW X5 yang menghantam Luxio di Tol Jagorawi

Luxio yang dihantam BMW X5 di Tol Jagorawi

BMW X5 dan Luxio yang terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi

Misalnya, dalam pasal 230 disebutkan perkara kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, sesuai UU LLAJ No.22/2009, anak Hatta Rajasa terancam dipenjara.

Kemudian berdasarkan pemberitaan di media massa, kasus ini menjadi kian menarik setelah ada pihak yang mencoba mendekati keluarga korban untuk berdamai. Ajakan berdamai sah-sah saja, namun tidak menggugurkan perkara pidananya.

Seperti disebutkan pasal 235 ayat 1 dan 2. Pada ayat 1 dikatakan, jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

Selanjutnya ayat 2 menyebutkan, jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

Sementara dari sisi petugas, tugas dan kewajiban ketika menangani kasus kecelakaan juga diamanatkan dalam UU tersebut. Petugas harus menghimpun data yang lengkap dan transparan tentang kecelakaan yang terjadi, sehingga tidak ada upaya menutup-nutupi bukti atau merekayasa yang dinilai bertentangan dengan pasal 233 tentang pendataan kecelakaan lalu lintas.

Pasal tersebut dalam ayat 1 menyatakan setiap kecelakaan wajib dicatat dalam formulir data Kecelakaan Lalu Lintas. Lalu dalam ayat 2 disebutkan, Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari data forensik.

Pasal 2, Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan data yang berasal dari rumah sakit. Terakhir ayat 4, yang menyatakan Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sementara itu, menyikapi kasus ini, Road Safety Association (RSA) meminta penegakan hukum di jalan raya terus dilakukan. Sesuai dengan esensi hukum, yakni demi keadilan.

Menurut RSA, aparat penegak hukum pasti memahami esensi keadilan tersebut. Adil bagi keluarga korban maupun bagi sang pemicu kecelakaan. Termasuk dalam kasus kecelakaan lalu lintas di jalan tol yang diduga melibatkan anak pejabat,

"Kita berharap penegakan hukum yang tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu," ujar Syamsul Maarif, Badan Pengawas Road Safety Association (RSA) di Jakarta, Selasa (1/1).

Bila pihak kepolisian menyebutkan bahwa kecelakaan kerap kali diawali oleh pelanggaran aturan di jalan, berarti fatalitas bisa ditekan lewat penegakan hukum. Masyarakat kita bakal banyak yang patuh jika penegakan hukum berjalan konsisten.

"Penegakan hukum dan program keselamatan jalan tak sebatas formalitas. Siapa pun korbannya, siapa pun yang terlibat, penegakan hukum harus adil," tegas Edo Rusyanto, Ketua Umum RSA.

(kpl/nzr/bun)

© PT Topindo Atlas Asia 2024