Nomor polisi 'cantik', apakah ada dasar hukumnya?
Nomor polisi 'cantik', apakah ada dasar hukumnya?
Masalah pelat nomor alias nopol (nomor polisi) mengemuka tatkala Wakil Gubernur (Wagub) DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengeluhkan soal nopol B 2 DKI yang bukan milik Pemprov. Padahal seharusnya, nopol tersebut terpasang di mobil dinasnya, sebagai orang nomor dua di ibukota negara itu.
Mantan Bupati Belitung Timur periode 2005 - 2006 ini pun mensinyalir bahwa nopol tersebut telah dimiliki pihak swasta. Menanggapi hal itu, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Chrysnanda Dwi Laksana, memberikan bantahan. Ia menegaskan bahwa nopol B 2 DKI tak dimiliki pihak mana pun kecuali Pemprov DKI Jakarta.
Selain itu, pihak kepolisian juga menegaskan bahwa tak ada aturan jika nomor polisi tersebut hanya diperuntukkan bagi wakil gubernur DKI.
Memang, jual - beli pelat nomor kendaraan alias nomor polisi (nopol) 'cantik' sudah menjadi rahasia umum. Yakni bahwa masyarakat luas bisa memilikinya dengan nilai rupiah tertentu. Apakah hal tersebut ilegal? Apakah ada dasar hukumnya?
Menurut pengajar kajian Ilmu Kepolisian UI, Bambang Widodo Umar, pemberian nopol khusus untuk pejabat negara tersurat di dalam aturan internal kepolisian. Untuk pejabat daerah seperti gubernur dan wakil gubernur, selalu diawali dengan identitas huruf administrasi pemda itu berada.
"Nah, kalaupun dia memperjualbelikan nomor polisi itu, dia (polisi) hanya melanggar aturan dia saja, pelanggaran administratif," jelasnya.
Menurutnya, tak adanya aturan yang menguatkan alokasi nopol khusus untuk pemda membuat longgarnya jual-beli nopol 'cantik' yang ada di kepolisian. Ia menyayangkan tak adanya penertiban tentang hal itu.
"Harusnya di-Perda-kan mengenai aturan nomor polisi yang dialokasikan untuk pemda. Jadi kalaupun itu jatuh ke tangan lain, bisa dibawa ke PTUN untuk dikembalikan ke penerima nomor itu," usul Bambang.
Di sisi lain, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto menyatakan, tidak ada aturan dari kepolisian yang mengatur soal pelat B 1 DKI dan B 2 DKI untuk kendaraan dinas Gubernur dan Wakil Gubernur DKI.
Rikwanto juga membantah jika Kapolri pernah mengeluarkan surat jika nomor polisi B 1 DKI dan B 2 DKI hanya bisa digunakan oleh gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta seperti yang dikatakan Ahok. Namun, kata dia, pejabat memang bisa memiliki dua nomor polisi untuk satu kendaraan.
"Itu namanya pelat dinas dan pelat rahasia," tuturnya.
Namun, untuk mendapatkan dua nomor polisi, pejabat tersebut juga harus melalui proses dengan cara, mengajukan ke Unit Propam agar diketahui kepentingan apa dan siapa pejabatnya. Kemudian mencantumkan surat-surat kendaraan.
(kpl/bun)