Atria Loni: bisa sampai 2 jam

Atria Loni: bisa sampai 2 jam

"Aku agak sensitif sama motor," cerita Atria Loni, nama yang tidak asing di dunia otomotif terutama setelah kemenangannya sebagai Miss IIMS 2012 lalu. Gadis 25 tahun bernama lengkap Atria Loni Harini bukan tidak suka naik motor. Ia hanya berkeluh kesah sebagai warga Jakarta yang pada umumnya kelimpungan terhadap padatnya arus lalu lintas metropolitan.

"Makanya aku cenderung menjadi pengemudi yang menghindari konflik (terkekeh). Jadi kalau ada motor yang maju-maju (berebut jalan), aduh aku mending ngalah aja, biarin mereka lewat," tambahnya.

Sekian bulan tidak bertemu, si gadis yang mengendarai sendiri Honda Jazz RS 2012 warna abu-abunya tersebut sekarang ternyata melanglang buana ke dunia fashion dan film. Dia pun meraih The Most Fearless Female dari majalan Cosmopolitan setelah prestasinya sebagai Miss IIMS 2012 dan Miss GT Radial 2011.

Prestasinya ini membawanya bertemu sutradara Nia Dinata dan mengajaknya bermain sebagai satu dari tiga pemeran utama sebuah film tentang dunia fashion berjudul "Runaway Dreams", yang trailernya bisa disimak di YouTube dan premier filmnya berlangsung pada 14 Maret lalu di Blitz, Jakarta.

"Aku diterima jadi main cast-nya dari dua main cast lain, Fitri Tropika dan Karenina. Aku belajar tentang akting, dan belajar infight di dunia fashion. Selama ini kan kita tahunya fashion cuma yang di TV. 'Oh itu model enak banget ya, badannya kurus, bisa jalan di catwalk'."

"Kita enggak tahu, misalnya desainer presurenya seperti apa, koreografer kayak gimana. Di situ Teh Nia ngasih tahu, dunia fashion memang kelihatannya yang bagus-bagus aja, tapi sebenarnya di belakangnya itu mereka disupport sama hard working people," bebernya.

Atria Loni Harini

Loni pun mengiyakan adanya keterkaitan antara dunia otomotif yang dijalani sebelumnya dengan dua hal baru ini. Otomotif pun butuh sentuhan fashion. "Otomotif tanpa dibubuhi style, kurang menarik, kurang atraktif. Kaya misalnya, kerja sama Porsche sama Victoria Beckham. Gambarannya, kita bisa provide teknologi, tapi tanpa style akan kurang menjual."

"Produk otomotif enggak selalu (misalnya) memanfaatkan ikon pembalap. Di Indonesia sendiri, produsen-produsen otomotif pun mulai sadar sih, bagaimana produk mereka enggak melihat kualitasnya saja, tetapi juga how its look."

Dengan makin mengenal banyak aktivitas, ia pun semakin sibuk. Tak ketinggalan, harus berkorban waktu di jalan. Loni sendiri ternyata punya kiat tersendiri dalam hal ini, terutama di tengah keluh kesahnya pada pengendara motor.

"Aku harus spare 2 jam untuk datang ke suatu tempat karena aku lama banget kalau nyetir, karena takut pengguna jalan itu, pengendara motor itu, mereka kayak penguasa jalanan. Daripada problem, mereka yang nabrak dan aku yang salah, aduh udah mendingan ngalah."

"Kalau jumlah motor dikurangi, kalau regulasi dikeluarkan seperti itu akan mempengaruhi ekonomi kita juga," sergahnya seraya serba salah.

"Investor itu nominalnya gede banget. Kita mau batasi jumlah kendaraan bermotor, nanti jumlah investasi akan menurun, pengangguran, dll."

"Jadi memang secara bertahap, public transportation harus diperbaiki, enggak perlu banyak, misalnya subway sama busway. Seenggaknya kalau dua itu armadanya cukup dan layak., dan maintenance juga oke."

Namun, Loni juga melihat gelagat lain. Baginya, penggunanya sendiri sering tak acuh. "Tapi susah deh. Kita punya public facilities aja, dirusak sama kita-kita sendiri. Jadi ya kalau dua alternatif, dua alternatif saja dari public transportation itu kita jaga, kita rawat. Perlu sadar, public facilities itu punya kita, bukan punya pemerintah. Kayak aku pernah coba naik kereta, dari Depok-Bogor. Itu yang buat enggak nyaman itu kita-kita sendiri loh. Sayang banget," keluhnya.

Atria Loni Harini

(kpl/why/rd)

© PT Topindo Atlas Asia 2024