Geng motor kayak tradisi yang turun-temurun
Geng motor kayak tradisi yang turun-temurun
Mendengar istilah geng motor, yang teringat kerap kali adalah kebrutalan sekumpulan pengendara motor yang kerap menjadi berita utama di sejumlah media massa. Satu gambaran mengapa mereka terus berkembang adalah tradisi yang terpelihara secara turun-temurun.
Hal ini yang terjadi di Bandung, seperti dituturkan perempuan dragster motor Sabrina Sameh.
"Mungkin kalau dibilang geng motor di Bandung, istilahnya kayak tradisi lagi, turun-temurun. Kalau dia kecil di Bandung, gede di Bandung, trus mulai ikut-ikutan, bohong kalau dia bukan geng motor," ujarnya sambil mengatakan kalau geng motor itu pada awalnya adalah balapan.
Dia sendiri besar di lingkungan balap, dan belajar terjun ke lintasan karena diajarkan oleh kakaknya, yang pun khawatir jika adik perempuannya ini masuk ke dunia tersebut. Namun soal geng motor, Sabrina mengaku tidak ikut-ikutan.
"Ikut-ikut enggak. Tapi dari tiap sekolah itu sudah ada. SMA aku ada, dan SMA-SMA lain sudah ada, dan itu sudah dengan bendera masing-masing. Itu enggak bisa dipungkiri memang ada," ujarnya.
Salah satu efek buruk dari geng motor ini adalah rasa takut sejumlah orang, bahkan untuk menggunakan sepeda motor di suatu lingkungan di wilayah Bandung.
"Kalau yang sekarang lebih brutal kali. Makanya kalau pakai motor di Bandung sekarang, ngeri. Kan kita enggak tahu itu geng siapa. Mau nyari juga enggak tahu. Jadi, ngeri juga," kisahnya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sendiri mengatakan kepada media bahwa daerah Tamansari, Cikutra, dan Surapati menjadi titik rawan dari kegiatan mereka.
Walau empat nama geng besar, yakni Moonraker, XTC, Brigez, dan GBR, mengklaim pembubaran diri mereka, perekrutan ulang disebut-sebut tetap terlaksana.
(kpl/why/sdi)